Rabu, 24 November 2010

Pesan dari Negeri Pelangi

Pesan dari Negeri Pelangi PDF Print
Sunday, 21 November 2010
Image

TEATER ANAK AKAR,
Beberapa aktor Teater Anak Akar sedang beraksi pada pementasan Nyanyian Negeri Pelangi di Graha Bhakti Budaya TIM, 15-16 November 2010.       

Teater Anak Akar mendedahkan kisah negeri yang indah,negeri penuh warna,negeri pelangi.Lewat drama musikal Nyanyian Negeri Pelangi mereka mengkritik negeri yang semakin satu warna ini. Pluralitas menjadi isu sentral dalam produksi ke-17 Teater Anak Akar. Sebuah drama musikal yang tak hanya pertunjukan yang menghibur, tetapi juga penuh dengan kritik sosial yang ditujukan kepada orang dewasa. Cerita dimulai dari sebuah Negeri Pelangi. Negeri yang semula warna-warni, mendadak diguncang prahara.Mereka dipaksa untuk menggunakan atribut satu warna.

Keberagaman dari Negeri Pelangi terusik. Nyanyian Negeri Pelangipun berubah menjadi nyanyian duka nestapa. Negeri Pelangi adalah negeri yang indah.Semua warna tersedia. Semua warga bebas untuk memilih warna-warni kesukaan mereka.Negeri yang penuh warna,penuh pesona. Anak-anak riang gembira. Bernyanyi dan menari dengan atribut yang warna-warni. Namun, suka gembira penghuni Negeri Pelangi yang selalu bernyanyi dan menari ini mendadak diguncang oleh prahara.

Itu setelah seorang warga dari Negeri Pelangi bernama Wangi Seronce kesusahan mencari anaknya Wangi Cendana yang jarang pulang ke rumah. Wangi Cendana yang selalu pamit untuk pergi ke sekolah,mendadak menjadi pendiam. Usut punya usut, ternyata Wangi Cendana tak berangkat sekolah karena dipaksa untuk memakai seragam warna hitam.Guru Wangi Cendana selalu menghukum murid-muridnya dengan perilaku yang kasar. Persoalan tak berhenti di sini.

Di sudut rumah yang lain Pandan Suci harus rela untuk mengikuti perintah dari suaminya Suket Teki agar mengenakan atribut warna hitam. Mulai dari sandal, jepit rambut hingga baju,semuanya warna seragam hitam. Setelah melapor ke tetangga, tak dinyana, ternyata semua ibu-ibu di Negeri Pelangi juga mengalami perlakuan yang sama dari suaminya. Mereka dipaksa untuk memakai atribut warna hitam. Negeri Pelangi yang pada hakikatnya warna-warni pun guncang.

Ada apa ini? Buluh Sebilu yang mewakil ibuibu sebagai simbol warga pun mencoba untuk melindungi pluralitas warganya yang cinta warna-warni. Mereka pun mengusut persoalan negara itu.Tapi sayang,ketika terjadi peringatan hari warna-warni mereka diserang oleh sekelompok orang.Mereka mengganti bendera warna-warni menjadi hitam.Buluh Sembilu tak tinggal diam.

Dia dan ibu-ibu pun melakukan perlawanan. Persoalan pluralitas memang diangkat secara jelas oleh Teater Anak Akar dalam produksi ke-17 ini.Dengan konsep drama musikal Nyanyian Negeri Pelangi, mereka hendak menjelaskan tentang keadaan Indonesia secara umum.Tentang pluralitas,tentang kebebasan memilih warna-warni dan, ragam persoalan lain. “Seperti kita tahu, penggunaan seragam di sekolah juga menjadi salah satu bagian yang kita bidik di sini.

Anak-anak tak lagi diberi kebebasan untuk memilih warna,”ujar sutradara drama musikal Nyanyian Negeri Pelangi,Ibe Karyanto kepada wartawan usai pentas di Graha Bhakti Budaya,Taman Ismail Marzuki,Jakarta. Ibe, dalam teater ini,memang sedikit memaksakan diri.

Tema pluralitas teramat berat untuk dimainkan oleh Teater Anak Akar. Meski demikian, justru di sinilah letak daya tariknya pertunjukkan yang digelar 15–16 November itu. Penonton bisa memperoleh gambaran tentang keberagaman yang selama ini menjadi semboyan negeri tercinta.Bagaimana pemaksaan itu merupakan pengkhianatan dari kebinekaan Indonesia.Kodrat warna-warni tak bisa dipaksakan untuk menjadi satu warna. (sofian dwi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar