Kamis, 24 Mei 2012

sahabat sejati bukan lah orang yang selalu membenarkan ucapan mu tetapi ia selalu berkata benar kepada mu

Kamis, 13 Januari 2011

Mawaris

MAWARIS

Setelah melakukan pembelajaran modul ini siswa dapat :
1. Menjelaskan ketentuan hukum waris
2. Menjelaskan tentang ahli waris
3. Menjelaskan pembegian masing-masing ahli waris
4. Menyebutkan contoh pelaksanaan hukum waris yang terdapat dalam undang-undang waris
5. Memperagakan cara-cara perhitungan pembagian warisan secara Islam

A. Mawaris Dalan Islam
1. Pengertian
Menurut bahasa mawaris adalah bentuk jama’ dari kata mirosun, yang berarti hal warisan. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan orang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup.
Ilmu yang mempelajari hal waris lebih populer disebut faroid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang siapa yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak mendapatkan, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara pembagiannya.

2. Sebab-sebab Seseorang Mendapatkan Harta Waris.
a. Nasab atau adanya hubungan darah atau keturunan (Q.S. An Nisa’ {4} : 7).
b. Mushoharoh, yaitu adanya ikatan pernikahan yang sah. Misalnya suami atau istri.
c. Al Wala’ yaitu seseorang yang memerdekakan budak.
Sabda Rasul :
Artinya : Sesungguhnya hak wala’ (kekerabataan) itu untuk orang yang memerdekakan ( H.R. Bukhori Muslim).
d. Hubungan sesama Muslim, yaitu jika yang meninggal tidak memiliki ahli waris sebagaimana yang telah ditentukan oleh syari’ah.

3. Hal-hal Dapat Membatalkan Hak Waris Seseorang.
a. Pembunuh. Orang yang membunuh keluarganya tidak mendapatkan bagian harta pusaka dari orang yang dibunuhnya. Sabda Rasul :

Artinya : Orang yang membunuh tidak dapat mewarisi orang yang dibunuhnya (H.R. Nasai’i )
b. Hamba sahaya ( Status budak). Firman Allah :
Artinya :….. seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun ………..( Q.S. An Nahl {16} : 75) .
c. Berbeda agama ( kafir ). Rasulullah bersabda yang artinya : “ Tidak mewarisi orang Islam akan orang yang bukan Islam. Demikian pula orang yang bukan Islam tidak dapat mewarisi orang Islam” ( H.R. Jama’ah ).

4. Ahli Waris
Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
a. Pihak laki-laki :
1). Anak lakilaki
2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3). Ayah
4). Kakek dari pihak ayah
5). Saudara laki-laki sekandung
6). Saudara laki-laki seayah
7). Saudara laki-laki seibu
8).. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
10). Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
11). Saudara laki-laki ayah se ayah
12). Anak lai-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
13). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
14). Suami
15). Lali-laki yang memerdekakan budak.

Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang diprioritaskan ada tiga , yaitu ;
1). Ayah,
2) Anak laki-laki
3) Suami.

b. Pihak Perempuan :
1) Anak perempuan
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki
3) Ibu
4) Nenek dari pihak ayah
5) Nenenk diri pihak ibu
6) Saudara perempuan sekandung
7) Saudara peremmpuan seayah
8) Saudara peremouan seibu
9) Istri
10) Perempuan yang memerdekakan budak

Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan ada lima yaitu :
1). Istri
2). Anak perempuan
3). Cucu perempuan dari anak laki-laki
4). Saudara perempuan sekandung

Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan adalah sebagai perikut :
1). Ibu
2). Ayah
3). Anak laki-laki
4). Anak perempuan
5). Suami atau istri

5. Pembagian Ahli Waris.
a. Ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (Furudhul Muqoddaroh)
Bagian-bagian waris yang telah ditentukan oleh Al Qur’an adlah : 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6.
6. Ahli waris yang mendapatkan 1/2 adalah :
a). Anak perempuan, apa bila sendirian tidak bersama saudara.
b). Saudara perempuan tungal yang sekandung
c). Cucu perempuan, jika tidak ada anak perempuan
d). Suami, Jika tidak ada anak atau cucu.
2. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1//4. yaitu :
a). Suami, jika ada anak atau cucu
b). Istri, jika tidak ada anak atau cucu.
3. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/8 adalah ;
Istri, jika suami meninggalkan anak atau cucu.
4. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 adalah :
a). Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.
b). Dua cucu perempuan atau lebi dari anak laki-laki, jika tidak ada anak perempuan.
c). Dua saudara perempuan atau lebih yang sekandung
d). Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seayah, jika tidak ada saudara perempuan yang sekandung.
5. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/3 adalah :
a). Ibu, apabila yang meniggal tidak meninggalka anka atau cucu dari anak laki-laki dan tidak ada saudara.
b). Dua orang saudara atau lebih, dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
6. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 adalah :
a). Ibu, apabila yang meninggal mempuanyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau saudara lebih dari satu.
b). Ayah, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
c). Nenek, jika yang meninggal sudah tidak ada Ibu
d). Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, baik sendirian atau lebih, jika bersama anak perempuan.
b. Ahli waris ashobah
Ahli waris ashobah adalah ahli waris yang memperoleh bagian berdasarkan sisa harta pusaka setelah dibagikan ahli waris yang lain. Ahli waris ashobah dapat menghabiskan semua sisa harta pusaka. Ashobah dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Ashobah binafsih, yaitu ahli waris yang mejadi ashobah dengan sendirinya, yaitu :
a). Anak laki-laki
b). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c). Ayah
d). Kakek dari pihak ayah
e). Saudara laki-laki sekandung
f). Saudara laki-laki seayah
g). Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
h). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
i). Paman sekandung dari ayah
j). Panan seayah dari ayah
k). Anak laki-laki sekandung dari ayah
l). Anak laki-laki paman seayah dari ayah
2. Ashobah bil ghoiri, ahli waris yang menjadi ashobah karena sebab ahli waris yang lain mereka adalah :
1). Anak perempuan, jika bersama saudara laki-laki.
2). Cucu perempuan, jika bersama cucu laki-laki
3). Saudara perempuan sekandung , jika bersama saudara laki-laki.
4). Saudara perempuan seayah, jika bersama saudara laki-laki seayah
3. Ashobah Ma’al ghoiri, ahli waris yang menjadi ashobah jika bersama ahli waris yang lain, yaitu :
a). Saudara perempuan sekandung seorang atau lebih, jika bersama anak atau cucu perempuan.
b). Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika bersama anak atau cucu perempuan yang seayah.
Contoh perhitungan waris .
Pak Ali meninggal dunia, Ia meninggalkan ahli waris , seorang istri, Ibu, Ayah, satu anak laki-laki, dua anak perempuan dan tiga orang saudara laki-laki. Harta peninggalannya Rp. 12. 400.000,-, hutang sebelum meninggal Rp. 100.000,-, wasiat Rp. 100.000,- dan biaya perawatan jenazah Rp. 200.000,- . Berapa bagian masing-masing?
Jawab :
Harta peninggalan Rp. 14.400.000,-
Kewajiban yang dikeluarkan :
1. Hutang Rp. 100.000,-
2. Wasiyat Rp. 100.000,-
3. Biaya perawatan Rp. 200.000,-
Jumlah Rp. 400.000,-
Harta waris Rp. 14.400 – Rp. 400.000 = Rp. 12.000.000,-
Ahli waris :
1. Istri = 1/8
2. Ibu = 1/6
3. Ayah = 1/6
4. Anak Laki-laki = Ashobah binafsih
5. Anak perempuan = Ashobah bil ghoiri
6. Saudara laki-laki = mahjub
a. Istri 1/8 =3/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 1500.000,-
b. Ayah 1/6 =4/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 2.000.000,-
c. Ibu 1/6 =4/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 2.000.000,-

Jumlah =Rp. 5.500.000,-

Sisa =Rp. 12.000.000 – Rp. 5.500.000,- =Rp. 6.500.000,-
Anak laki-laki = 2:1 = 2/3 x 6.500.000,- =Rp. 4.333.000
Anak perempuan 1/3 x 6.500.000 =Rp. 2.166.000


B. Hukum Waris Adat dan Hukum Positif
1. Hukum waris adat
Hukum waris adat erat hubungannya dengan sifat dan bentuk kekeluargaan. Di Indonesia terdapat tiga bentuk kekeluargaan yaitu :
a. Patrilinial, yaitu jalur keturunan ada pihak laki-laki. Oleh karena itu hak waris pun hanya berlaku phak laki-laki saja. Sistem ini berlaku pada masyarakat daerah Batak, Ambon, Irian Jaya dan Bali.
b. Matrilinial, yaitu jalur keturunan ada pada pihak perempuan atau ibu. Karena itu yang berhak atas waris pun hanya anak perempuan. Sisitem ini berlaku pada masyarakat Minagkabau
c. Parental, yaitu jalur keturunan ada antara aqyah dan ibu punya peran yang sama. Karena itu warisasan pun laki-laki maupun perempuan memperoleh bagiannya. Sistem ini berlaku sebagian besar masyarakat Indonesia.

2. Hukum waris positif
Di Indonesia ada dua sistem penyelesaian waris, yaitu pertama, menggunakan KUH Perdata, Buku I dari pasal 830 hingga pasal 1130.Kewenangannya ada pada Pengadilan Negeri. Kedua,UU No. 7 th. 1989. Undang-undang ini khususnya berlaku bagi umat Islam dalam menyelesaikan pewarisan. Wewenagnya ada di pihak Pengadilan Agama. Adapun peranan Pengadilan Agama adalah :
a. Menentukan para ahli waris
b. Menentukan harta peniggalan
c. Menentukan bagian masing-masingahli waris
d. Pelaksana dalam pembagian harta peninggalan tersebut.
Pada dasarnya sebagian pasal Undang-undang No. 7 tahun 1989 , merupakan implementasi dari hukum Islam, misalnya :
a. Bab III Pasal 176 – 182, tentang ketentuan para ahli waris ( dzawil furud ).
b. Pasal 173.3 Bab II, terhalangnya hal waris bagi pembunuh untuk menerima harta waris dari yang terbunuh.
c. Pasal 171 Bab I, Jika orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, maka harta bendanya masuk ke Baitul Mal dan dipergunakan untuk kepentinga umat Islam.



A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar !
1. Sebab-sebak seseorang mendapatkan warisan antara lain …..
a. hubungan sashabat
b. hubungan orang tua angkat
c. hubungan seaqibah
d. hubungan anak angkat
e. hubungan tetangga
2. Ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh syariah disebut ………
a. zawil arham d. ashobah
b. zawil furud e. nasab
e. furudhul muqoddaroh
3. Seorang anak perempuan tunggal dan tidak memiliki dasudara laki-laki, jika ayahnya meninggal mendapatkan bagiain ……..
a. seperdua d. seperempat
b. sepertiga e. menjadi ashobah
c. dua pertiga
4. Pak Ahmad sedang membagi waris terhadap keluarganya, ketika pembagian berlangsung ada beberapa tetangga dekat ikut hadir menyaksikannya. Apa yang harus dilakukan Pak Ahmad kepada para tetangga tersebut ?...
a. meminta dengan sopan para tetangga pergi
b. meminta para petangga menjadi saksi
c. memasukkan mereka ke dalam daftar penerima warisan
d. memberi merekan sebagian sekedarnya
e. mengusir merekan supaya tidak ikut campur
5. Jika seseorang meninggaal dunia, meninggalkan ahli waris ayah, ibu dan anak laki-laki berapa bagian ayah tersebut ?....
a. Setengah d. seperdelapan
b. Seperempat e. dua pertiga
c. seperenam
6. Ahli waris yang dapat menghabiskan siasa pembagian harta waaris disebut …..
a. dzalil furut d. ashobah
b. dzawil arham e. furudhul muqoddaroh
c. ahli waris
7. Ahli waris yang berhak mendapatkan harta waris 1/4 daari harta pusaka adalah .
a. anak laki-laki jika sendirian
b. ayah jika yang meninggal tidak ada anak atau cucu laki-laki
c. suami jika istri yang meninggal mempunyai anak atau cucu
d. suami jika istri yang meninggal tidak mempuanyai anak atau cucu
e. ibu jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu
8. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (dianggap meninggal) merupakan salah satu dari …..
a. rukun mawaris d. syarat menjadi ahli waris
b. syarat mawaris e. syarat harta waris
c. sunnah mawaris
9. Orang yang meninggalkan harta warisan kepada ahliwarisnya disebut ……..
a. mawaris d. ahli waris
b. faroid e. ashobah
c muwaris
10. Apabila ada orang Islam yang meninggal dunia, sedangkan dia tidak memiliki ahliwaris sama sekali maka yang berhak mewarisi hartanya adalah ……
a. menjadi hak negara d. umat Islam melalui Baitul Mal
b. tetangga yang terdekat e. para pejabat desa
c. teman akrab
11. Bagian-bagian terentu sebagaimana yang telah ditentukan oleh syariat dalam kaitannya dengan warisan disebut ………
a. ashobah binafsih d. dzawil arham
b. furudhul muqodaror e. muwaris
c. ashobah bil ghoiri
12. Di bawah ini yang termasuk ashobah bil ghoiri adalah ………..
a. anak laki-laki
b. anak perempuan tungal
c. cucu perempuan jika bersama cucu laki-laki
d. saudara perempuan bersama anak perempuan
e. cucu laki-laki bersama anak laki-laki
13. Seseorang yang bersetatus menjadi budak tidak berhak mendapatkan hak waris dari ahli warisnya yang meninggal. Hal ini dikarenakan mereka dinggap …….
a. dianggap tidak cakap dalam mengelola harta
b. tidak termasuk keluarga karena telah dijual
c. berbeda agama
d. tidak memiliki akal yang sehat
e. tidak mempunyai pendidikan yang layak
14. Sebelum harta waris dibagikan kepada ahli waris, ada beberapa hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu yaitu antara lain ………
a. menyaantuni anak yatim piyatu
b. membayar hutang-hutang jenazah
c. memberi sedekah fakir miskin sebanyak 60 orang
d. memberikan amal jariyah untuk masjid
e. melaksanakan aqiqoh dulu
15. Wasiyat orang yang meninggal dunia harus dilaksankan dengan baik. Jika wasiyat tersebut berhubungan dengan harta pusaka, maka ketentuannya adalah
a. dilaksanakan sepenuhnya
b. tidak boleh lebih dari 1/3 dari harta peninggalannya
c. dilahsanakan sebagian kecil saja
d. tidak boleh dilaksanakan, jika meninggalkan anak yang belum baligh
e. tergantung musyawarah keluarga yang masih hidup
16. Jumlah ahli waris dari pihak laki-laki ada lima belas orang, jika semuanya masih ada semua maka yang diprioritaskan adalah ..........
a. ayah, ibu dan anak laki-laki
b. ayah, anak laki-laki dan cucu perempuan
c. anak laki-laki, cucu laki-laki dan saudara sekandung
d. ayah, anak laki-laki dan suami
e. suami, kakker dan cucu laki-laki
17. 1. Anak perempuan tunggal
2. Anak laki-laki tunggal
3. suami jika tidak ada anak atau cucu
4. Saudara perempuan sekandung, jika yang meninggal tidak ada anak
5. Saudara laki-laki sekandung dan yang meninggal tidak mempunyai anak
Ahli waris tersebut yang berhak mendapatkan bagian seperdua ( 1/2 ) adalah ....
a. 1, 2 , dan 5 d. 2, 4 dan 5
b. 1, 3, dan 4 e. 1, 2, 3 dan 5
c. 2, 3, dan 5
18. Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian sebesar seperempat ( 1/4 ), adalah ...
a. Anak laki-laki
b. Suami jika yang meninggal tidak ada anak
c. istri jika jika yang meninggal tidak mempunyai anak
d. ibu jika yang meninggal tidak memiliki anak
e. Saudara perempuan sekandung
19. Pengadilan Agama mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan, hal ini diatur dalam ...
a. Undang-undang no. 7 tahun 1989
b. Undang-undang dasar 1945
c. Undang-undang no. 20 tahun 2003
d. Undang-undang no. 1 tahun 1974
e. Undang-undang no. 38 tahun 1999
20. Perhatiakn pernyataan di bawah ini :
1. Persahabatan
2. Kekeluargaan ( hubungan nasab )
3. Hubungan hukum adat
4. Perkawinan yang sah
5. Saudara sesusuan (rodo’ah)
6. Hubungan seaqidah
Sebab-sebab seseirang mendapatkan harta waris ditentukan oleh nomor ......
a. 1, 2, 3,dan 4 d. 2, 4, dan 6
b. 1, 3, 5 dan 6 e. 2, 4, dan 5
c. 2, 3, 4 dan 6

Tijaroh

  • PENGERTIAN JUAL BELI
Bahasa : saling menukar
Istilah : pertukaran harta atas dasar saling rela atau ridho dengan cara dan syarat tetentu.
Penjual = Ba’ialah
Pembeli = Musytari
Dasar Hukum Jual Beli = Mubah (boleh)
Dalil Jual Beli :
1. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An-Nisaa : 29)
2. “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqoroh : 275)
  • UTANG PIUTANG
  • PENGERTIAN DAN HUKUM
    • Pengertian :
Utang : yang dipinjam dari orang lain
Piutang : yg dipinjamkan kpd oang lain
Utang Piutang = Addain
    • Hukum :
- Sunat
- wajib, spt kelaparan, utk menebus obat, dll
QS. AL-BAQOROH : 282
  • Utang piutang ditulis dengan baik dan benar
  • Notulen jangan enggan menulis pinjaman utang, baik jumlah besar ataupun kecil
  • Yg berutang membacakan apa yg ditulis atau dibacakan oleh walinya dg jujur
  • Yg berutang tdk boleh mengurangi utangnya sedikitpun
  • Disaksikan oleh 2 orang saksi laki-laki atau 1 orang lk dan 2 orang perempuan, atau 4 orang pr
  • Antara saksi dan notulen saling memudahlan
  • GADAI
  • Gadai ialah pinjam meminjam uang dalam batas waktu tertentu dg menyerahkan barang sebagai tanggungan utang (agunan)
  • Hukum gadai = Mubah
  • Ketentuan Gadai :
* yg melakukan gadai berakal sehat
* agunan/gadaian hrs ada saat transaksi
* agunan dipegang oleh yg terima gadaian
* tdk boleh memanfaatkan agunan mati
* boleh memanfaatkan agunan hidup
* jika batas waktu habis, yg pegang gadai boleh menjualnya
* anak barang gadaian(sapi,dsb) jadi milik yg menggadaikan (biaya jadi tanggungan penggadai)
  • UPAH
  • Upah (Ajru) = gaji / imbalan : ialah uang/harta yg dibayarkan sbg balas jasa atau sbg pembayar tenaga yg sdh dikeluarkan utk mengerjakan sesuatu.
  • Dalilnya :
1. Jika mereka menyusukan (anak-anak)mu utkmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya(QS.Ath-tholaq:6)
2. “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah)
  • Rukun dan Syarat Upah :
1. Ijab dan Qabul
2. Pengupah atau penerima Upah dg syarat :
- Berakal
- kehendak sendiri
- balig
3. Bermanfaat
  • SEWA
  • Sewa / Ijaroh : ialah uang yg dibayarkan karena memakai/meminjam sesuatu.
  • Rukun dan Syarat sewa :
1. Ijab dan Qabul
2. Penyewa atau yg menyewakan
3. Bermanfaat
* Sewa yg Haram : menyewa pembunuh bayaran, menyewa utk menyebar fitnah
  • RIBA
  • Riba (tambahan) : yaitu keuntungan yg diperoleh dengan meminjamkan uang atau benda yg disyaratkan pengembaliannya harus lebih
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. 2:279)
  • Riba hukumnya : HARAM termasuk dosa besar
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS.2 : 278)
  • Macam-macam Riba :
* Riba Fadhal : tukar menukar barang yg sejenis dengan ada kelebihan di salah satu pihak
* Riba Yad : antara penjual dan pembeli belum serah terima, lalu barang tsb dijual kpd orang lain
* Riba Qiradh : kelebihan pembayaran
* Riba Nasiah : jual beli atau pinjaman uang yg dilambatkan pembayarannya dg pembayaran lebih.

Jinayat

Pengertian Jinayat
Jinayah menurut fuqaha’ ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.
Penta’rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.
Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta’zir.
Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :-
1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama sendiri dan sebagainya
2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala fitrah tuduh-menuduh.
3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada kecurian, ragut dan lain-lain.
4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan keselamatan diri.
5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan
Bab 2 : Bentuk Hukuman Yang Dikenakan Ke Atas Penjenayah
Mengikut peruntukan hukum syara’ yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadith dan yang dikuatkuasakan dalam undang-undang jinayah syar’iyyah, penjenayah-penjenayah yang didakwa di bawah kes jinayah syar’iyyah apabila sabit kesalahannya di dalam mahkamah wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta’zir.
Hukuman-hukuman ini adalah tertakluk kepada kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh penjenayah-penjenayah tersebut.
1. Hukuman Hudud
Hukuman hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadith. Hukuman hudud ini adalah hak Allah yang bukan sahaja tidak boleh ditukar ganti hukumannya atau diubahsuai atau dipinda malah tidak boleh dimaafkan oleh sesiapapun di dunia ini. Mereka yang melanggar ketetapan hukum Allah yang telah ditentukan oleh Allah dan RasulNya adalah termasuk dalam golongan orang yang zalim. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
“Dan sesiapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Surah Al-Baqarah, 2:229).
Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud ialah:
a) Berzina, iaitu melakukan persetubuhan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syara’.
b) Menuduh orang berzina (qazaf), iaitu membuat tuduhan zina ke atas orang yang baik lagi suci atau menafikan keturunannya dan tuduhannya tidak dapat dibuktikan dengan empat orang saksi.
c) Minum arak atau minuman yang memabukkan sama ada sedikit atau banyak, mabuk ataupun tidak.
d) Mencuri, iaitu memindahkan secara sembunyi harta alih dari jagaan atau milik tuannya tanpa persetujuan tuannya dengan niat untuk menghilangkan harta itu dari jagaan atau milik tuannya.
e) Murtad, iaitu orang yang keluar dari agama Islam, sama ada dengan perbuatan atau dengan perkataan, atau dengan i’tiqad kepercayaan.
f) Merompak (hirabah), iiatu keluar seorang atau sekumpulan yang bertujuan untuk mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan.
g) Penderhaka (bughat), iaitu segolongan umat Islam yang melawan atau menderhaka kepada pemerintah yang menjalankan syari’at Islam dan hukum-hukum Islam.
2. Hukuman Qisas
Hukuman qisas adalah sama seperti hukuman hudud juga, iaitu hukuman yang telah ditentukan oleh Allah di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadith. Hukuman qisas ialah kesalahan yang dikenakan hukuman balas.
Membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan dibalas dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan.
Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman qisas ialah:
a) Membunuh orang lain dengan sengaja.
b) Menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain dengan sengaja.
c) Melukakan orang lain dengan sengaja. Hukuman membunuh orang lain dengan sengaja wajib dikenakan hukuman qisas ke atas si pembunuh dengan dibalas bunuh. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kamu menjalankan hukuman qisas (balasan yang seimbang) dalam perkara orang-orang yang mati dibunuh.” (Surah Al-Baqarah, 2:178)
Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain atau melukakannya wajib dibalas dengan hukuman qisas mengikut kadar kecederaan atau luka seseorang itu juga mengikut jenis anggota yang dicederakan dan dilukakan tadi.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
“Dan Kami telah tetapkan atas mereka di dalam kitab Taurat itu, bahawasanya jiwa dibalas dengan jiwa, dan mata dibalas dengan mata, dan hidung dibalas dengan hidung, dan telinga dibalas dengan telinga, dan gigi dibalas dengan gigi, dan luka-luka juga hendaklah dibalas (seimbang). Tetapi sesiapa yang melepaskan hak membalasnya, maka menjadilah ia penebus dosa baginya. Dan sesiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Surah Al-Ma’idah: 45)
3. Hukuman Diyat
Hukuman diyat ialah harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh penjenayah kepada wali atau waris mangsanya sebagai gantirugi disebabkan jenayah yang dilakukan oleh penjenayah ke atas mangsanya. Hukuman diyat adalah hukuman kesalahan-kesalahan yang sehubungan dengan kesalahan qisas dan ia sebagai gantirugi di atas kesalahan-kesalahan yang melibatkan kecederaan anggota badan atau melukakannya.
Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman diyat ialah:
a) Pembunuhan yang serupa sengaja.
b) Pembunuhan yang tersalah (tidak sengaja).
c) Pembunuhan yang sengaja yang dimaafkan oleh wali atau waris orang yang dibunuh. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
“Maka sesiapa (pembunuh) yang dapat sebahagian keampunan dari saudaranya (pihak yang terbunuh) maka hendaklah (orang yang mengampunkan itu) mengikut cara yang baik (dalam menuntut ganti nyawa), dan si pembunuh pula hendaklah menunaikan (bayaran ganti nyawa itu) dengan sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu serta satu rahmat kemudahan. Sesudah itu sesiapa yang melampaui batas (untuk membalas dendam pula) maka baginya azab siksa yang tidak terperi sakitnya.” (Surah Al-Baqarah, 2:178)
4. Hukuman Ta’zir
Hukuman ta’zir ialah kesalahan-kesalahan yang hukumannya merupakan dera, iaitu penjenayah-penjenayah tidak dijatuhkan hukuman hudud atau qisas. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan kadar atau bentuk hukuman itu di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadith.
Hukuman ta’zir adalah dera ke atas penjenayah-penjenayah yang telah sabit kesalahannya dalam mahkamah dan hukumannya tidak dikenakan hukuman hudud atau qisas kerana kesalahan yang dilakukan itu tidak termasuk di bawah kes yang membolehkannya dijatuhkan hukuman hudud atau qisas.
Jenis, kadar dan bentuk hukuman ta’zir itu adalah terserah kepada kearifan hakim untuk menentukan dan memilih hukuman yang patut dikenakan ke atas penjenayah-penjenayah itu kerana hukuman ta’zir itu adalah bertujuan untuk menghalang penjenayah-penjenayah mengulangi kembali kejahatan yang mereka lakukan tadi dan bukan untuk menyiksa mereka.
Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Beberapa waktu lalu saya berdiskusi dengan 3 orang ikhwah mengenai kufu’ dalam pernikahan. Dari pendapat saya sempat terlontar bahwa setiap orang pada dasarnya sekufu’ selama yang bersangkutan adalah seorang muslim. Pendapat ini dinukil dari pendapat Imam Ali bin Abi Tholib r.a. bahwa :
“Manusia itu satu sama lain adalah kufu’, mereka yang Arab, yang bukan Arab, yang Kuraisy dan yang Hasyimi kalau sudah masuk Islam dan sudah beriman”
Namun untuk masalah kufu’ ditinjau dari segi Fiqih Munakahat sendiri, sudah dijabarkan cukup jelas. Berikut adalah penjelasan kufu’ dalam Fiqih Munakahat.
Sekufu dalam arti bahasa adalah sepadan, sama atau menyerupai. Yang dimaksud dengan sepadan dan menyerupai di sini adalah persamaan antara kedua calon mempelai dalam 5 perkara :
Pertama, dalam agamanya. Seorang laki-laki fasik yang keji tidaklah sepadan dengan seorang wanita yang suci dan adil. Karena laki-laki fasikdalam persaksian dan beritanya tidak dapat diterima. Ini merupakan salah satu kekurangan yang sangat manusiawi.
Kedua, keturunan atau segi keluarga. Orang asing (bukan keturunan Arab) tidak sepadan dengan orang yang keturunan dari bangsa Arab.
Ketiga, merdeka. Orang yang mempunyai status sebagai hamba sahaya atau seorang budak belia tidaklah sepadan dengan orang yang merdeka. Karena ia memiliki kekurangan yaitu statusnya dalam kepemilikan orang lain.
Keempat, profesi. Orang yang memiliki profesi yang rendah seperti tukang bekam atau tukang tenun, tidaklah sepadan dengan putri seorang yang memiliki profesi besar seperti saudagar dan pedagang kaya.
Kelima, memenuhi permintaan dari pihak wanita. Yaitu, bisa memberikan mahar yang diminta dan nafkah yang ditentukan dari pihak wanita tersebut. Demikian juga dengan orang serba susah hidupnya, tidaklah sepadan dengan wanita yang biasa hidup bergelimangan harta. Karena hal ini bisa menimbulkan bahaya yang tidak sedikit jika tidak terpenuhi nafkah yang ia butuhkan.
Jika didapati dari salah satu calon mempelai memiliki satu dari lima kategori di atas, maka kesamaan tersebut telah dianggap terpenuhi. Hal ini tidak berpengaruh pada keabsahan atau sahnya akad nikah yang dilakukan. Karena, sesungguhnya sekufu’ itu tidak termasuk syarat sah nikah, sebagaimana Nabi SAW memerintahkan Fatimah binti Qois untuk menikah dengan Usamah bin Zaid. Dan Fatimah pun menikah dengannya. Demikian yang dijelaskan dalam hadist riwayat muttafaq alaih.

Munakahat

Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara kedua insan.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan tersebut.
Berbeda dengan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak dibina dengan sarana pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu, keturunannya dan masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan akan membawa mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga antara keduanya itu dapat menjadi hubungan saling tolong menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .” (An - Nisa : 3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat tertentu.
2. HUKUM DAN DALILNYA
Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam - macam, maka hukum nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.
a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.
Sabda Nabi Muhammad SAW. :
Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu enghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama.) dan memlihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).
c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
Firman Allah SWT :
Hendaklah menahan diri orang - orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33)
d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia - nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e. Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera nikah atau yang mengharamkannya.
3. SYARAT DAN RUKUN MUNAKAHAT
Rukun nikah ada lima macam, yaitu :
a. Calon suami
Calon suami harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar - benar pria
3) Tidak dipaksa
4) Bukan mahram calon istri
5) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
6) Usia sekurang - kurangnya 19 Tahun
b. Calon istri
Calon istri harus memiliki syarat - syarat sebagai berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar - benar perempuan
3) Tidak dipaksa,
4) Halal bagi calon suami
5) Bukan mahram calon suami
6) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7) Usia sekurang - kurangnya 16 Tahun
c. Wali
Wali harus memenuhi syarat - syarat sebagi berikut :
1) Beragama Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mempunyai hak untuk menjadi wali
7) Laki - laki
d. Dua orang saksi
Dua orang saksi harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
1) Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mengerti maksud akad nikah
7) Laki - laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :
Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)
e. Ijab dan Qabul
ZZ Allah dan kamu menghalalkan mereka dengan kalimat Allah”. (HR. Muslim).
4. HIKMAH DAN TUJUAN
1. Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa
Dengan perkawinan orang dapat memnuhi tuntutan nasu seksualnya dengan rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan batin.
Firman Allah SWT :
Dan diantara tanda - tanda kekuasaa-Nya ialah dia menciptkan istri - istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21)
2. Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiad.
Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat biologis. Dorongan biologis dalam rangka kelangsugan hidup manusia berwujud nafsu seksual yang harus mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan yang dapat megakibatkan dosa dan beberapa penyakit yang mencelakakan. Dengan melakukan perkawinan akan terbuaka jalan untuk menyalurkan kebutuhan biologis secara benar dan terhindar dari perbuatan - pebuatan maksiad.
3.Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan
Dalam surah An Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari
yang satu, kemudian dijadika baginya istri, dan dari keduanya itu berkembang biak menjadi manusia yang banyak, terdiri dari laki - laki dan perempuan.
Memang manusia bisa berkembang biak tanpa melalui pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal usulnya / jalur silsilah keturunannya. Dengan demikian, jelas bahwa perkawinan dapat melestarikan keturunan dan menunjang nilai - nilai kemanusiaan.

THOHAROH

THOHAROH
A.    Definisi Thoharoh
secara morfologi (bahasa): Thoharoh berarti An-Nazhofah (pembersihan) atau An-Nazahah (pensucian).
Secara Etimologi (istilah): membersihkan diri dari najis (kotoran) dan hadats. Atau  mensucikan diri dari segala macam sifat/ perangai/ akhlak/ perilaku yang kotor/ tidak terpuji.
B.      Macam-Macam Thoharoh
Thoharoh ada dua macam, yaitu:
1.     Thoharoh Bathiniyah Ma'nawiyah (pensucian jiwa).
Yaitu mensucikan diri, hati dan jiwa dari noda syirik, syak (keraguan), subhat (racun kebohongan) dan bentuk-bentuk perbuatan maksiat lainnya. Cara-caranya dengan:
·        Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Alloh semata, dengan memfokuskan tujuan dan sasaran ibadah hanya kepada-Nya saja.
·        Mutaba'ah (mengikuti) Rosululloh saw dalam beramal, berperilaku, bermuamalah dan berakhlak, bahkan dalam segala hal yang kita anggap remeh sekalipun.
·        Membersihkan diri dari pengaruh dan noda hitam perbuatan maksiat, dosa-dosa dan segala bentuk penyimpangan dalam syari'at, dengan taubat nashuhah (sungguh-sungguh)
2.     Thoharoh Dzohiroh Hissiyah
Yaitu membersihkan diri dari khobats (kotoran luar) dan hadats (dari dalam).
Khobats adalah najis (kotoran) yang dapat dihilangkan dengan air seperti kotoran yang melekat dibaju orang sholat, dibadan dan ditempat sholatnya. Sedangkan hadats adalah thoharoh dari kotoran yang khusus dan tertentu cara menghilangkannya yaitu dengan wudhu, mandi atau tayamum. (inilah yang menjadi bahasan dalam bab ini).
C.    Jenis-Jenis Air
Ada empat (4) jenis air yaitu:
1)        Air Mutlaq.
Yaitu air yang secara dzat / dzohirnya suci dan dapat dipergunakan untuk bersuci (suci mensucikan). Diantaranya adalah:
a)      Air hujan, salju atau es (hujan es), embun, mata air dan air sungai.
Alloh swt berfirman:
Artinya:"Dan Alloh menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengan hujan itu". (QS. Al Anfaal:11)
Dari itu Alloh menurunkan air hujan dari langit kepada kalian agar dia sucikan kalian dengan air hujan itu dari hadats dan khobats. (lihat Taisir Al-Aziz Ar-Rohman: 278).
Abu Huroiroh ra berkata tentang doa iftitah Rosululloh saw:
”اللَّهُمَّ باعِدْ بَيني وَبَيْنَ خَطايايَ كَما باعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّني مِنْ خَطايايَ كَما يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللّهُـمَّ اغْسِلْني مِنْ خَطايايَ، بِالثَّلْجِ وَالمـاءِ وَالْبَرَدِ“.
"Ya Alloh jauhkanlah antara aku dengan kesalahan-kesalahan sebagaimana engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Alloh sucikanlah aku dari segala kesalahan sebagaimana disucikannya baju putih dari kotoran. Ya Alloh cucilah kesalahanku dengan air, air salju dan air embun". (HR. Bukhori: 1/181 dan Muslim: 1/419)
b)      Air Laut
Abu Huroiroh ra berkata:
"seorang laki-laki bertanya kepada Rosululloh saw seraya berkata: ya Rosululloh, saya sedang brlayar dan hanya membawa sedikit air. Jika kami berwudhu memakai air minum itu, kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu dengan air laut? Rosululloh saw bersabda: laut itu suci airnya dan halal bangkainya". (HR. At-Tirmidzi: 63, ia berkata ini hadits hasan shohih)
c)      Air zamzam.
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ دَعَا بِسَجْلٍ مِنْ مَاءِ زَمْزَمٍ فَشَرِبَ مِنْهُ وَتَوَضَّأَ
Ali ra berkata:" sesungguhnya Rosululloh saw minta satu ketel air zamzam, lalu beliau meminumnya dan berwudhu dengannya". (lihat Irwaul Gholil: 13, shohih)
d)      Air yang tercampur, karena telah lama tergenang pada suatu tempat atau karena bercampur dengan benda yang dapat merubah dzat air tersebut seperti air yang dipeuhi oleh lumut atau ganggang atau bercampur dengan daun-daun (yang membusuk).
2)       Air Must'mal.
Yaitu air sisa wudhu atau mandi. Air jenis ini hukumnya sama dengan hukum air mutlak yaitu suci mensucikan.
اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ فِيْ جَفْنَةٍ فَأَرَادَ رَسُوْلَ اللهِ أَنْ يَتَوَضَّأَ مِنْهُ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ: "إِنَّ المَاءَ لَا يَجْنِبُ".
”sebagian isteri-isteri Nabi saw mandi disatu bak. Kemudian Nabi Muhammad saw hendak berwudhu dari air tersebut. Maka isterinya berkata:"Ya Rosulalloh saya tadi junub. Beliau menjawab: sesungguhnya air tidak menjadi junub". (HR. At-Tirmidzi: 65, ia berkata: ini hadits hasan shohih)
Hadits ini dijadikan dalil atas sucinya air musta'mal. Dan air tidak menjadi junub dengan mandinya orang junub dari air dikolam tersebut.
3)       Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci
Seperti bercampur dengan sabun, minyak zaitun, za'faron, tepung dan sesuatu lainnya yang dapat merubah dzat air. Hukum air ini adalah suci selama masih dianggap sebagai air murni.
Dan apabila secara adat sudah tidak dapat dikatakan sebagai air maka ia pun tetap suci,  namun tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Ummu Athiyah berkata:
دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيِّ وَ نَحْنُ نَغْسِلُ ابْنَتَهُ فَقَالَ: اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ مِنْ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
"Nabi saw memasuki kami saat kami memandikan anak putrinya. Beliau bersabda: mandikanlah tiga kali, lima kali atau lebih jika dipandang perlu dengan campuran air dan daun bidara….". (HR. Bukhori : 1253 dan Muslim: 939)
4)       Air yang bercampur dengan sesuatu yang najis.
Hal ini masih mempunyai dua kemungkinan, yaitu:
a.       Jika najis tersebut merubah dzat (rasa, warna dan bau) air, maka airnya tidak dapat digunaka untuk thoharoh.
b.      Jika najis tersebut tidak merubah salah satu dari dzat air, sehingga secara adat pun air tersebut masih dianggap sebagai air, maka hukumnya suci mensucikan.
D.     Hukum-Hukum Bejana
Diantara hukum-hukum yang berkaitan dengan bejana (mangkok, cangkir, piring dan lainya) yang patut diketahui adalah:
1) Hukum bejana yang terbuat dari emas dan perak.
Diharamkan mengunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk tempat makan dan minum, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Rosululloh saw bersabda:
"وَلَا تَشْرَبُوْا فِيْ آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ وَلَا تَأْكُلُوْا فِيْ صِحَافِهَا فَإِنَّهَا لَهُمْ فِيْ الدُّنْيَا وَلَنَا فِيْ الآخِرَةِ".
".... dan janganlah kalian minum pada bejana emas dan perak dan jangan pula makan pada piring yang terbuat dari keduanya. Kedua bejana tersebut untuk mereka (orang-orang kafir) didunia dan akan menjadi milik kita diakherat kelak". (HR. Bukhori:5426 dan Muslim:5/2067)
Hadits diatas menjadi dalil bagi pengharaman bejana serta piring yang terbuat dari emas dan perak sebagai tempat makan dan minum. Baik dari emas murni maupun emas yang dicampur dengan perak.
Diharamakannya makan dan minum dalam bejana dan piring emas dan perak, baik laki-laki maupun perempuan adalah karena keduanya digunakan untuk orang-orang kafir didunia.
2) Bejana dari kulit bangkai
Sama dengan hukum bejana yang terbuat dari emas dan perak yaitu haram menggunakannya, karena kulit bangkai adalah najis. Adapun jika kulit bangkai tersebut sudah didibagh atau disamak (dikeringkan setelah dicuci bersih),maka telah suci dan boleh digunakan sebagai bejana untuk mekan dan minum.
Rosululloh saw bersabda:
"إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ".
"Apabila kulit bangkai telah didibagh, maka ia telah suci". (HR.Bukhori dan Muslim)
E.      Benda-Benda Najis
Benda-benda yang tergolong najis diantaranya:
1) sesuatu yang keluar dari salah satu dari dua jalan yaitu dari qubul dan dubur, seperti:
·        Tinja (kotoran/ tahi)
Abdulloh bin Mas'ud berkata tentang cara istinja' Rosululloh saw:
وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ: "إِنَّهَا رِجْسٌ".
"beliau saw membuang tinja (kering) dan beliau bersabda: sesungguhnya itu adalah najis". (HR. Muslim: 156)
·        Air kencing
Anas bin Malik ra berkata:
جَاءَ أعْرَابيّ فَبَاَلَ في طَائِفَةِ المَسْجدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ، فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا قَضَى بَولَهُ، أمَرَ النبي صلى الله عليه وسلم بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فأهْرِيقَ عَلَيْهِ.
"Seorang Arab badui berdiri dan buang air kecil didalas masjid. Maka orang-orang mencelanya, lalu Nabi saw melarang mereka, ketika selesai kencinya, Nabi saw menyuruh dengan satu ember air untuk menyiram air kecil tersebut…". (HR. Bukhori:220 dan Muslim: 283)
·        Madzi (cairan encer akibat rangsangan sahwat yang keluar dengan tidak sengaja)
·        Wadi (cairan putih encer setelah selesai buang air kecil atau saat mengalami kecapaian)
Ali bin Abi Tholib  ra berkata:
فَأمَرْتُ المِقْدادَ بْنِ الأسْوَد إِلَى النَّبِيِّ  فَسَأَلَهُ عَنِ المَذِيِّ يَخْرُجُ مِنَ الإِنْسَانِ كَيْفَ يَفْعَلُ بِهِ؟، فَقَاَل : "تَوَضأ وَاْنضَحْ فَرْجَكَ"  .
"Kami mengutus miqdad bin Aswad kepada Rosululloh saw untuk menanyakan tentang  madzi yang keluar dari manusia, apa yang harus diperbuat? Beliau menjawab: Wudhulah dan bersihkan kemaluannya". (HR. Muslim:303,19)
·        Darah Haid dan Nifas
Asma' binti Abu Bakar ra berkata:
"Seorang wanita bertanya kepada Rosululloh saw: Ya Rosulalloh, apa pendapatmu apabila salah seorang kami darah haidnya mengenai baju, apa yang harus dilakukan? Rosululloh saw menjawab: apabila darah haid mengenai baju, maka keriklah kemudian bersihkanlah dengan air kemudian baru gunakan untuk sholat". (HR. Bukhori: 307 dan Muslim: 29)
2) Kulit bangkai (akan tetapi boleh memanfaatkannya apabila sudah disamak/ dikeringkan)
Abdulloh bin Abbas ra berkata: aku mendengar Rosulalloh saw bersabda:
"إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ".
"Apabila kulit bangkai telah didibagh, maka ia telah suci". (HR.Bukhori dan Muslim)

Pendidikan Agama Islam

  1. KONSEP IBADAH DALAM ISLAM Pendahuluan Hidup manusia dibumi ini bukanlah suatu kehidupan yang tidak mempunyai tujuan dan matlamat dan bukanlah mereka boleh melakukan sesuatu mengikut kehendak perasaan dan keinginan tanpa ada batas dan tanggungjawab. Tetapi penciptaan makhluk manusia di bumi ini adalah mempunyai suatu tujuan dan tugas risalah yang telah ditentu dan ditetapkan oleh Allah Tuhan yang menciptanya. Tugas dan tanggungjawab manusia sebenarnya telah nyata dan begitu jelas sebagaimana terkandung di dalam al-Quran iaitu tugas melaksanakan ibadah mengabdikan diri kepada Allah dan tugas sebagai khalifah-Nya dalam makna mentadbir dan mengurus bumi ini mengikut undang-undang Allah dan peraturan- Nya. Firman Allah swt. maksudnya: “Dan Aku Tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (menyembah) kepada Ku”. (Az-Zaariyaat: 56) Firman Allah swt. bermaksud: “Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah (penguasa-penguasa) di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebaha-gian (yang lain) beberapa darjat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu”. (al-An’aam: 165) Tugas sebagai khalifah Allah ialah memakmurkan bumi ini dengan mentadbir serta mengurusnya dengan peraturan dan undang-undang Allah. Tugas beribadah dan mengabdi diri kepada Allah dalam rangka melaksanakan segala aktiviti pengurusan bumi ini yang tidak terkeluar dari garis panduan yang datang dari Allah swt. dan dikerjakan segala kegiatan pengurusan itu dengan perasaan ikhlas kerana mencari kebahagian dunia dan akhirat serta keredaan Allah. Allah swt. telah menyediakan garis panduan yang lurus dan tepat kepada manusia dalam rangka pengurusan ini. Allah dengan rasa kasih sayang yang bersangatan kepada manusia diturunkannya para rasul dan bersamanya garis panduan yang diwahyukan dengan tujuan supaya manusia itu boleh mengurus diri
  2. mereka dengan pengurusan yang lebih sempurna dan bertujuan supaya manusia itu dapat hidup sejahtera dunia dan akhirat. Pengertian Ibadah Kalimat ibadah berasal daripada kalimat `abdun’. Ibadah dari segi bahasa bererti patuh, taat, setia, tunduk, menyembah dan memperhambakan diri kepada sesuatu. Dari segi istilah agama Islam pula ialah tindakan, menurut, mengikut dan mengikat diri dengan sepenuhnya kepada segala perkara yang disyariatkan oleh Allah dan diserukan oleh para Rasul-Nya, sama ada ia berbentuk suruhan atau larangan. Ibnu Taimiah pula memberi takrif Ibadah, iaitu nama bagi sesuatu yang disukai dan kasihi oleh Allah swt. Perintah Allah dan Rasul-Nya ini hendaklah ditunaikan dengan perasaan penuh sedar, kasih dan cinta kepada Allah, bukan kerana terpaksa atau kerana yang lain dari cintakan kepada-Nya. Para Nabi dan Rasul merupakan hamba Allah yang terbaik dan sentiasa melaksanakan ibadah dengan penuh kesempurnaan di mana setiap arahan Tuhannya, mereka patuhi dengan penuh perasaan cinta dan kasih serta mengharap keredaan dari Tuhannya. Mereka menjadi contoh teladan yang paling baik kepada kita semua dalam setiap pekerjaan dan amalan sebagaimana yang dianjurkan oleh al-Quran itu sendiri. Firman Allah swt. maksudnya: “Sesungghnya bagi mu, apa yang ada pada diri Rasulullah itu contoh yang paling baik”. (al-Ahzab: 21) Sesetengah ulama mengatakan bahawa perhambaan (ibadah) kepada Allah hendaklah disertai dengan perasaan cinta serta takut kepada Allah swt. dan hati yang sihat dan sejahtera tidak merasa sesuatu yang lebih manis, lebih lazat, lebih seronok dari kemanisan iman yang lahir dari pengabdian (ibadah) kepada Allah swt. Dengan ini maka akan bertautlah hatinya kepada Allah dalam keadaan gemar dan reda
  3. terhadap setiap perintah serta mengharapkan supaya Allah menerima amalan yang dikerjakan dan merasa bimbang serta takut kalau-kalau amalan tidak sempurna dan tidak diterima oleh Allah seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya yang bermaksud: “(Ia itu) Oran yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat”. (Qaf: 33) Orang yang memperhambakan dirinya (beribadah) kepada Allah mereka akan sentiasa patuh dan tunduk kepada kehendak dan arahan Tuhannya, sama ada dalam perkara yang ia suka atau yang ia tidak suka dan mereka mencintai dan mengasihi Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain-lainnya. Mereka mengasihi makhluk yang lain hanyalah kerana Allah semata-mata, tidak kerana yang lain Kasihkan kepada Rasulullah saw. pula kerana ia membawa Risalah Islam, cintakan kepada Rasulullah saw. hendaklah mengikuti sunahnya sebagaimana firman Allah swt. maksudnya: “Katakanlah (wahai Muhammad) sekiranya kamu kasihkan Allah maka ikutilah aku (pengajaranku) nescaya Allah akan mengasihi kamu dan mengampunkan dosa- dosa kamu”. (Al-Imran: 31) Dan andainya kecintaan kamu kepada selain Allah dan Rasul-Nya itu mengatasi dan melebihi dari kencintaan dan kasih kepada yang lain; Allah akan turunkan keseksaan-Nya kepada manusia yang telah meyimpang dari ketentuan-Nya. Firman Allah swt. maksudnya: “Katakanlah (Muhammad) jika ibu bapa kamu, anak-anak kamu, saudara mara kamu, suami isteri kamu, kaum keluarga kamu, harta benda yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu bimbangkan kerugiannya, dan rumahtangga yang kamu sukai itu lebih kamu kasihi daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad untuk
  4. agama Allah, maka tunggulah (kesiksaan yang akan didatangkan) oleh Allah. Dan Allah tidak memberi hidayah kepada orang-orang fasik”. (At-Taubah: 24) Ruang lingkup Ibadah dan Hubunganya dengan kehidupan Sebgaimana yang dijelaskan di atas nyatalah ibadah itu itu bukanlah sesempit apa yang difahami oleh sebahagian dari kalangan manusia yang tidak dapat memahami kesempurnaan Islam itu sendiri di mana pada anggapan mereka Islam itu hanya suatu perbicaraan pasal akhirat (mati) dan melakukan beberapa jenis ibadah persendirian tidak lebih dari itu. Begitu juga bila disebut ibadah apa yang tergambar hanyalah masjid, tikar sembahyang, puasa, surau, tahlil, membaca al-Quran, doa, zikir dan sebagainya iaitu kefahaman sempit disekitar ibadah-ibadah khusus dan ritual sahaja tidak lebih dari itu. Kefahaman seperti ini adalah akibat dari serangan fahaman Sekular yang telah berakar umbi ke dalam jiwa sebahagian dari kalangan orang-orang Islam. Islam adalah suatu cara hidup yang lengkap dan sempurna, yang merangkumi semua bidang kehidupan dunia dan akhirat, di mana dunia merupakan tanaman atau ladang yang hasil serta keuntungannya akan dituai dan dinikmati pada hari akhirat kelak. Ibadah dalam Islam meliputi semua urusan kehidupan yang mempunyai paduan yang erat dalam semua lapangan hidup dunia dan akhirat, tidak ada pemisahan antara kerja-kerja mencari kehidupan di muka bumi ini dan hubungannya dengan balasan akhirat. Islam mengajarkan kepada kita setiap apa juga amalan yang dilakukan oleh manusia ada nilai dan balasan sama ada pahala atau siksa. Inilah keindahan Islam yang disebut sebagai ad-Deen yang lengkap sebagai suatu sistem hidup yang boleh memberi kesejahteraan hidup penganutnya di dunia dan di akhirat. Dengan kata lain setiap amalan atau pekerjaan yang membawa manfaat kepada individu dan masyarakat selama ia tidak bercanggah dengan syarak jika sekiranya ia memenuhi syarat-syaratnya, seperti dikerjakan dengan ikhlas kerana
  5. Allah semata-mata bukan kerana mencari kepentingan dan mencari nama serta ada niat mengharapkan balasan dari manusia atau ingin mendapat pujian dan sanjungan dari manusia; maka amalan-amalan yang demikian akan mejadi ibadah yang diberi pahala di sisi Allah swt di akhirat kelak, insya’-Allah. Berdasarkan kepada konsep ibadah tersebut maka setiap perbuatan pertolongan baik kepada orang lain seperti membantu orang sakit, tolong merengankan beban dan kesukaran hidup orang lain, memenuhi keperluannya, menolong orang yang teraniaya, mengajar dan membimbing orang yang jahil adalah ibadah. Termasuk juga dalam makna ibadah ialah setiap perbuatan, perkataan manusia zahir dan batin yang disukai dan diredai oleh Allah swt. Bercakap benar, taat kepada ibu bapa, amanah, menepati janji, berakata benar, memenuhi hajat keperluan orang lain adalah iabadah. Menuntut ilmu, menyuruh perkara kebaikan dan mencegah segala kejahatan, berjihad, memberi pertolongan kepada sesama manusia, dan kepada binatang, berdoa, puasa, sembahyang, membaca al-Quran semuanya itu juga adalah sebahagian dari ibadah. Begitu juga termasuk dalam pengertian ibadah cinta kepada Allah dan Rasul- Nya, melaksanakan hukum-hukum Allah, sabar menerima ujian, bersyukur menerima nikmat, reda terhadap qadha’ dan qadar-Nya dan banyak lagi kegiatan dan tindakan manusia yang termasuk dalam bidang ibadah. Kesimpulannya ruanglingkup ibadah dalam Islam adalah terlalu terlalu luas yang merangkumi semua jenis amalan dan syiar Islam dari perkara yang sekecil- kecilnya seperti cara makan, minum dan masuk ketandas hinggalah kerja-kerja menguruskan kewangan dan pentadbiran negara semuanya adalah dalam makna dan pengertian ibadah dalam artikata yang luas apabila semuanya itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya dengan menurut adab dan peraturan serta memenuhi syarat- syaratnya.
  6. Ibadah Sebagai Sarana Hablu minallah dan Habu minannas Setiap ibadah dalam Islam, apakah itu shalat, membayar zakat, melaksanakan puasa, dan menunaikan haji, memiliki dua demensi. Pertama, kegiatan ibadah dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban atau penggilan Allah SWT, dalam rangka hablum minallah. Kedua, ibadah yang dilakukan oleh hamba Allah itu memiliki implikasi sosial. Dimensi kedua ini menyaran pada implikasi hablum minallah terhadap hablum minannas. Dalam dimensi kewajiban, ibadah shalat (lima waktu), membayar zakat, menjalankan puasa, dan menunaikan haji merupakan ibadah yang wajib hukumnya (fardlu ‘ain); artinya setiap muslim wajib melaksanakan ibadah-ibadah itu, kecuali haji; ibadah haji wajib hukumnya bagi seorang muslim yang mampu untuk menunaikannya. Dalam ajaran Islam, ibadah shalat merupakan ibadah yang sangat penting. Karena sangat pentingnya shalat, maka shalat dipandang sebagai tiyang agama. Shalat, digariskan sebagai ibadah yang mampu mencegah umat muslim dari perbuatan keji dan munkar, memiliki dimensi sosial, antara lain, mendidik umat manusia untuk berlaku demokratis. Sewaktu melaksanakan ibadah shalat berjamaah di mushalla atau masjid, antar kaum muslimin tidak ada perbedaan; tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, bawahan dan atasan, kaum elit dan rakyat biasa dan sebagainya. Seseorang yang paling awal datang ke mushalla atau masjid untuk shalat berjamaah, dia memiliki hak untuk menempatkan diri pada barisan terdepan. Implikasi sosial lebih lanjut bisa dilihat bila seorang muslim kembali ke tengah-tengah masyarakat, dia akan mendahulukan atau memperhatikan hak orang lain ketimbang hak yang dimilikinya. Ini berarti bahwa dia tidak akan merasa menang sendiri; dia tidak akan merasa pintar sendiri; dia tidak akan merasa benar sendiri, dia rame ing gawe sepi ing pamrih (tidak melakukan korupsi dan manipulasi, karena dua perbuatan ini mengarah kepada pengambilan sesuatu yang bukan menjadi haknya), dan sebagainya.
  7. Demikian pula, ibadah puasa juga mendidik kaum muslimin untuk tidak berpurba sangka (prejudice), tidak melakukan pembedaan (discrimination), dan sejenisnya terhadap sesama umat manusia. Hal ini didasarkan pada salah satu unsur puasa adalah menahan lapar dan dahaga. Perasaan lapar dan dahaga merupakan masalah keseharian yang dihadapi oleh orang-orang miskin, namun bukan menjadi masalah bagi orang-orang berada. Pada tataran tertentu, seseorang yang berasal dari kelompok orang berada akan dapat merasakan apa yang dirasakan oleh saudara- saudaranya yang berada di bawah garis kemiskinan, yaitu perasaan lapar dan dahaga. Hal ini, sebenarnya, mengajarkan pada umat manusia untuk tidak berpurbasangka, melakukan diskriminasi atau pembedaan terhadap sesama umat. Implikasi sosial yang dipancarkan oleh ibadah zakat bisa timbul dari hikmah ibadah puasa. Seperti diketehui dan dirasakan bahwa setiap orang yang berpuasa pasti mengalami rasa lapar dan dahaga. Dengan mengalami sendiri bagaimana rasanya lapar dan dahaga sewaktu berpuasa itu, maka orang-orang, katakanlah, dari kalangan kaya terlatih untuk merasakan derita lapar dan dahaga sebagaimana yang dialami oleh golongan fakir-miskin dalam hidup keseharian mereka. Ajaran ini diharapkan dapat menimbulkan rasa belas kasihan dan sifat penyantun si kaya terhadap si miskin. Pada waktu-waktu selepas puasa, diharapkan bahwa si kaya atas kemauannya sendiri akan selalu mengulurkan tangan, memberikan pertolongan dan bantuan baik secara material maupun non-material. Bantuan-bantuan itu bisa berupa infag, sedekah dan zakat (materi) dan nasihat, dorongan moril dan sejenisnya (non- materi). Dalam kehidupan bernegara, ajaran ini menggariskan kepada para pemegang kekuasaan untuk mengarahkan segala kebijakan (ekonomi, politik, dan sosial budaya, dan sebagainya) demi kepentingan orang banyak, khususnya orang miskin, wong cilik bukan demi kepentingan untuk mencari popularitas dalam rangka mempertahankan kekuasaan mereka. Implikasi sosial yang terpancar dalam ibadah haji, antara lain, adalah terciptanya persaudaraan sesama umat Islam dari seluruh pelosok dunia dan
  8. sekaligus merupakan syiar Islam yang luar biasa. Setiap musim haji tiba, sejumlah besar umat Islam yang berasal dari seluruh penjuru dunia berbondong-bondong ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Momen ibadah haji ini bisa dimanfaatkan sebagai syiar Islam dan sekaligus sebagai sarana untuk menjalin persaudaraan sesama muslim sedunia. Usai menunaikan ibadah haji, seorang muslim dapat memanfaatkan momen ibadah yang telah dilaksanakan itu sebagai titik tolak untuk mengembangkan tali persaudaraannya dengan sesama umat muslim, dengan umat sebangsa di tanah airnya secara lebih baik. Ibadah haji, sebagaimana dinyatakan oleh Ustadz Fauzan Abidin merupakan ibadah yang dimaksudkan untuk mensucikan diri dari: kotoran lahiriah, kotoran bathiniah, kotoran pikiran dan kotoran sosial. (Radar Banjarmasin, 31 Januari). Seorang muslim yang telah menunaikan ibadah haji berarti yang bersangkutan telah memenuhi lima rukun Islam. Dia adalah seorang muslim yang telah tersucikan dari segala kotoran sebagaimana dijelaskan oleh Ustadz tersebut. Bila ibadah dalam kerangka hablum minallah memiliki implikasi sosial (hablum minnas) yang positif, dan bila nilai-nilai baik yang terkandung di dalamnya terpateri secara kukuh dan terpadu dalam diri seorang muslim dan secara terus menerus diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara maka Insya Allah berarti dia adalah mukmin, muslim dan sekaligus muhsin. Dalam ajaran Islam, hubungan antar manusia (hablum minannas) yang terbimbing melalui ibadah (hablum minallah) telah diatur secara sangat rapi. Dalam kerangka hubungan antar manusia, ajaran Islam menggariskan pola persaudaraan sesama muslim ( ukhuwah al- Islamiyah atas dasar al muslimu akhul muslim), persaudaraan sesama warga bangsa (ukhuwah al- wathaniyah), dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah al-basyariyah). Dalam hal ini, para mukminin, muslimin dan muhsinin yang telah menunaikan lima rukun Islam (bukan hanya rukun Islam ke lima) menjadi harapan kita semua untuk menjadi pelopor dalam mengemban ajaran
  9. Allah SWT, bahwa: “Islam adalah rahmat bagi sekalian alam”, yang di samping dengan tetap menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT, secara sosial mereka akan senantiasa, antara lain, menjaga kelestarian, keselarasan, keharmonisan di muka bumi ini. Dominasi dalam arti positif , misalnya, dapat kita lihat dalam ajaran Islam di mana hubungan antar manusia (hablum minannas) telah diatur sedemikian rapinya sehingga dominasi pihak yang mayoritas, kuat, kaya, berpengaruh atau sejenisnya harus diupayakan menjadi hal yang positif dan diridhai oleh Allah S.W.T. Dalam pandangan Islam, orang atau kelompok orang yang dominan, kuat, kaya, atau berpengaruh bisa saja melakukan dominasi tetapi harus dalam kerangka untuk melindungi atau mengayomi pihak lain yang lemah. Orang kaya yang secara ekonomi dominan harus melindungi atau mengayomi pihak yang miskin dengan cara memberikan sedekah, santunan, zakat, pekerjaan atau sejenisnya. Dalam dunia kerja hubungan antara majikan dan buruh dalam ajaran Islam tidak berimplikasi pada dominasi majikan terhadap buruh, seperti yang diisyaratkan oleh sistem kelas model kapitalisme. Seperti diuraikan di atas, ajaran Islam menggariskan pola persaudaraan sesama muslim, persaudaraan sesama warga bangsa, dan persaudaraan sesama manusia. Dengan demikian jikalau kaum muslimin menjadi kekuatan yang dominan maka tidak ada alasan bagi mereka untuk melakukan penindasan, penekanan, intimidasi, perampasan hak atau sejenisnya terhadap kelompok lain yang lemah atau minoritas. Sebab, ajaran Islam menunjukkan bahwa semua umat manusia di bumi ini, tanpa memandang rasa, suku dan agama, adalah saudara. Dalam pandangan Islam, jikalau terjadi dominasi yang mengarah pada penindasan, intimidasi, pemaksaan, perampasan hak dan sejenisnya, berarti di sana terjadi pula pengingkaran terhadap ajaran Islam bahwa : “Islam adalah rahmat bagi sekalian alam”, dan terhadap hakikat manusia sebagai Allah S.W.T, yang antara lain untuk menjaga kelestarian, keselarasan, keharmonisan di muka bumi ini
  10. Hubungan Iman dan Amal Iman bukanlah sekadar suatu keyakinan dan pembenaran dalam hati terhadap apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. tetapi iman yang hakiki dan sebenar ialah merangkumi pembenaran dan keyakinan di dalam hati, pengucapan di lidah serta melaksanakan amalan dengan anggota badan iaitu melakukan amalan soleh, maka dengan ini dapatlah difahami iman itu bukanlah sekadar ucapan lidah dan keyakinan dalam hati sahaja tetapi amalan merupakan sebagai bukti kesempurnaan, keteguhan dan kemantapan iman seseorang. Imam al-Ghazali menjelaskan dalam hubungan ini dengan katanya: “Iman itu ialah akidah, perkataan dan perbuatan”. Dengan makna akidah itu sebagai membenarkan dan mepercayai dengan hati kepada segala yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. (perkara yang mudah (dharuri) dari agama). Perkataan adalah sebagai ikrar dan pengakuan dengan lisan dan perbuatan adalah sebagai beramal melaksanakan segala perintah Allah dengan anggota (badan yang lahir). Hadis Rasulullah saw. menguatkan adanya hubungan yang sangat erat di antara iman dan amal. dengan sabdanya sebagai berikut: Sabda Rasulullah saw. maksudnya: “Iman itu lebih dari enam puluh cabang; yang paling tingginya La-Ilaaha- Illallaah dan dan yang paling rendahnya membuang sampah dari tengah jalan”. (H.R.Bukhari) Hadis ini menyatakan dengan jelas perbuatan membuang sampah sebagai sebahagian dari iman. Ini bermkna iman itu jelas bukan sekadar keyakinan dan kepercayaan dalam hati tetapi ia juga merangkumi amal atau perbuatan manusia. Pembagian Ibadah Untuk memudahkan bahasan dan perbincangan kita berhubung dengan ibadah ini, ulamak-ulamak Islam membahagikan ibadah kepada dua bahagian
  11. sebagai berikut: 1. Ibadah khusus 2. Ibadah Umum Ibadah khusus ialah semua amalan yang tercantum dalam bab al-Ibadaat yang utamanya ialah sembahyang, puasa, zakat dan haji. Ibadah Umum pula ialah segala amalan dan segala perbuatan manusia serta gerak-geri dalam kegiatan hidup mereka yang memenuhi syarat-syarat berikut: 1) Amalan yang dikerjakan itu di akui oleh syarak dan sesuai dengan Islam. 2) Amalan tersebut tidak bercanggah dengan syariat, tidak zalim, khianat dan sebagainya 3) Amalan tersebut dikerjakan dengan niat ikhlas semata-mata keranaAllah swt. tidak riak, ujub dan um’ah. 4) Amalan itu hendaklah dikerjakan dengan sebaik-baiknya 5) Ketika mengerjakan amalan tersebut tidak lalai atau mengabaikan kewajipan ibadah khusus seperti sembahyang dan sebagainya. Firman Allah swt. maksudnya: “Lelaki yang tidak dilalaikan mereka oleh perniagaan atau jual beli dari mengingati Allah, mendirikan sembahyang dan mengeluarkan zakat mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”. (An- Nur: 37) Amalan-Amalan yang Tidak Menjadi Ibadah Dilihat dari syarat-syarat di atas, nampaklah kepada kita bahawa sesuatu amalan yang dikerjakan oleh seseorang begitu sukar sekali untuk mencapai kesempurnaan dalam makna ibadah dengan ertikata yang sebenar-benarnya mengikut syarat-syarat dan ketentuan tersebut di atas, oleh itu kita hendaklah bersungguh-sungguh dalam mengusahakan amalan kita supaya dapat mencapai matlamat ibadah yang sempurna dengan menyempurnakan segala syarat-syaratnya. Dan kita hendaklah sentiasa meneliti dan memperhatikan dengan sungguh-
  12. sungguh agar kita tidak tertipu dengan amalan kita sendiri; dengan menyangka kita telah banyak melaksanakan amal ibadah dengan sempurna tetapi pada hakikatnya tidak demikian, kita takut akan tergolong ke dalam golongan manusia yang tertipu dan sia-sia amalan kita dan apa yang kita dapat hanyalah penat dan lelah. Ini kerana kita melakukan amalan dan kerja-kerja kebajikan itu tidak menepati dan tidak selari dengan ketentuan dan syarat-syarat ibadah dan amal soleh yang dikehandkki itu. Dari itu disamping kita melaksanakan segala amalan zahir dengan sempurna mengikut petunjuk dari Rasulullah saw. apa yang lebih penting lagi ialah kita membetulkan amalan batin iaitu amalan hati supaya betul iaitu niat dengan ikhlas, amalan itu semata-mata kerana Allah tidak kerana yang lain dari-Nya. Dan kita juga hendaklah sentiasa menjaga keikhlasan hati kita ini dari penyakit-penyakit yang boleh merusakannya seperti riak, ujub, sum’ah, takabur dan sebagainya. Kesimpulan secara mudah ialah seorang lelaki yang memakai pakaian untuk menutup aurat dari kain sutra, dan perempuan yang berpakaian meliputi badannya tetapi masih menampakan susuk badannya masih lagi tidak dinamakan ibadah, atau seorang menderma dengan tujuan supaya dipuji dan digelar sebagai dermawan atau seorang yang rajin bersembahyang dengan niat tujuan supaya digelar sebagai ahli ibadah oleh manusia; itu semua tidak termasuk dalam makna ibadah yang diterima oleh Allah swt. Dengan demikian jelaslah kepada kita segala amalan yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas itu tidak dikira sebagai ibadah. Niat dan tujuan serta matlamat adalah sangat penting dalam sesuatu amalan di samping amalan tersebut tidak bercanggah serta diakui sah oleh syariat Islam. Matalamat dan Tujuan Ibadah Sebagaimana kita ketahui dan maklum bahawa pengutusan manusia ke dunia ini tidak lain melainkan untuk beribadah (memperhambakan diri) kepada al-Khaliq, Allah Yang Maha Pencipta dan juga kita telah mengetahui bahawa pengertian ibadah
  13. dalam Islam merangkumi semua bidang amalan dalam kehidupan manusia. Dan di sini timbul pertanyaan kenapa kita mengabdi menyembah Allah dan apakah matlamat ibadah itu ? Apakah ada faedah untuk-Nya atau apa faedah yang boleh didapati oleh seseorang hamba yang menyembah-Nya ? Jawapannya ialah bahawa Allah swt. Yang Maha Suci dan Maha Tinggi tidak mendapat sebarang faedah dari ketaatan orang yang menyembah-Nya dan tidak memberi mudarat sedikitpun dari keengganan orang yang menentang dan engkar kepada perintah-Nya. Begitu juga tidak menambahkan kuasa keagungan pemerintahan-Nya oleh puji- pujian orang yang memuji-Nya dan tidak mengurangi keagungan kekuasaan-Nya oleh keengkaran orang-orang yang mengengkari perintah-Nya. Ini kerana Allah Maha Kaya dan mempunyai segala-galanya kerana semua yang ada di alam ini menjadi milik-Nya belaka sedangkan kita manusia adalah satu dari makhluk Allah yang banyak itu, makhluk manusia ini terlalu kecil, hina dan miskin, serba kekurangan dan sentiasa berhajat dan memerlukan kepada-Nya. Allah, Dialah Tuhan Maha Pemurah, Maha Mulia, Maha Penyayang serta bersifat Maha Memberi kepada semua makhuk-Nya dan Dia tidak menyuruh kita mengerjakan sesuatu melainkan perkara itu mendatangkan kebaikan bagi makhluk itu sendiri. Firman Allah swt. maksudnya: “Sesungguhnya Kami telah kurniakan hikmat (ilmu pengetahuan) kepada Luqman supaya dia bersyukur kepada Allah dan sesiapa yang bersyukur, sebenarnya dia bersyukur dagi faedah dirinya sendiri dan sesiapa yang ingkar, sesungghnya Allah Maha Kaya lagi Terpuji”. (Luqman: 12) Dari itu kita wajiblah mensyukuri segala nikmat dan kurniaan Allah swt. kepada kita semua yang mana sekiranya kita hendak menghitugnya sudah tentu kita tidak mampu untuk berbuat demikian, begitulah besar dan banyaknya pemberian Allah kepada kita semua sebagai makhluk-Nya.
  14. Kelazatan Bermunajat dan Mentaati Allah Kelazatan beribadah ini dapat digambarkan dari beberapa peristiwa yang berlaku kepada baginda Rasulullah saw. para sahabat, tabi’in dan para solihin, kelazatan ini akan timbul apabila adanya hubungan hamba dengan Tuhannya yang begitu erat dan di mana seorang hamba begitu gembira dan begitu senang memuji- muji kebesaran Allah swt. ini semua berlaku dari sebab makrifat-nya (kenalnya) seseorang hamba itu kepada Tuhannya sehingga hamba itu merasa rindu apabila ia tidak dapat menghadap Tuhannya, dan merasa gelisah kerana tidak dapat bertemu dengan yang dicintai dan dikasihinya. B begitu juga apabila seorang hamba mengalami sedikit kesusahan tentulah ia akan mengadu ketempat yang dapat menerima pengaduan dan boleh menyelesaikan masalah dan kesusahannya. Tiada tempat yang layak untuk berbuat demikian melainkan kepada Yang Maha Agung dan Maha Berkuasa. Firman Allah swt. maksudnya: “Demi sesungguhnya Kami mengetahui bahawa engkau (Muhammad) bersusah hati dengan apa yang mereka katakan maka hendaklah engkau bertasbih memuji Tuhanmu serta jadilah dari golongan orang-orang yang sujud beribadah dan sembahlah Tuhanmu sehingga tiba kepadmu perkara yang tetap (iaitu mati)”. (al- Hijr: 97-99) Begitu juga di waktu orang-orang mukmin mendapat kurnia ia bersyukur seterusnya memuji kepada Allah swt. Firman Allah swt. maksudnya: “Bila datang pertolongan Allah dan kemenangan (pembukaan Makkah) dan engkau lihat manusia berduyun-duyun masuk agama Allah swt. maka ucapkanlah tasbih dengan memuji Tuhanmu dan mintalah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia suka menerima taubat”. (an-Nasr: 1-4)
  15. Ibadah Hanya Untuk Allah Pada hakikatnya pengabdian terhadap Allah swt. merupakan suatu kebebasan yang hakiki, jalan bagi mencapai kepada ketuannan yang sejati, kerana Allahlah yang boleh membebaskan hati nurani manusia dari perhambaan kepada sebarang makhluk dan memerdekakannya dari perhambaan dan kehinaan serta tunduk kepada yang lain dari Allah seperti tunduk kepada Tuhan-Tuhan palsu, berhala, manusia yang selalunya memperhamba dan mengongkong keyakinan manusia dengan sekuat-kuatnya miskipun pada lahirnya mereka bertindak seperti tuan yang bebas dan merdeka. Penghambaan diri kepada Allah itu membebaskan manusia daripada perhambaan sesama makhluk kerana dalam hati manusia ada keperluan sejati kepada Allah, kepada Tuhan yang disembah yang mana dia bergantung kepadanya dan berusaha serta bekerja untuk mencapai keredaan-Nya. Jika yang disembah itu bukan Allah Yang Maha Esa tentulah manusia akan meraba-raba meyembah bermacam-macam Tuhan dari setiap objek benda dan khayalan yang ada dalam pemikiran dan yang berada di sekeliling mereka. Tidak ada sesuatu pekerjaan yang paling mulia bagi manusia yang berakal selain dari beribadah menyembah Allah yang menciptanya dan menjadikan dirinya dengan sebaik-baiknya dan perkerjaan yang seburuk-buruknya kepada seorang manusia itu pula ialah menafi dan mendustakan Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka menyembah dan mengabdikan diri mereka kepada Tuhan yang lain dari Allah swt. Seorang hamba abdi yang taat kepada tuannya tentulah akan merasa senang dan gembira kerana ia tahu apa yang disukai oleh tuannya lalu disempurnakannya suruhan itu dengan segala senang hati dan disempurnakan dengan sebaik-baiknya. Manakala seorang hamba yang dimiliki oleh beberapa orang tuan selalu bertelingkah antara sesama mereka; yang satu menyuruh hamba itu melakukan sesuatu yang ditegah oleh yang lain, maka alangkah susah dan deritanya hamba tersebu itu untuk melakukan perintah-perintah Tuhan yang saling bertentangan
  16. perintahnya antara satu Tuhan dengan Tuhan yang lain. Kalau orang yang menyembah selain dari Allah menjadi musyrik (kafir di- sebabkan ia melakukan perbuatan syirik), maka begitulah juga orang yang takabur menjadi musyrik (orang syirik), sebagaimana Firaun kerana kesombongan dan takaburnya, sebagaimana firman Allah swt. bermaksudnya: “Nabi Musa as. berkata: “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kamu daripada perbuatan orang yang takabur yang tidak percaya hari Perhitungan”, demikianlah Allah meterikan setiap hati orang yang takabur lagi bermaharajalela”. (al-A’raf: 27) Kajian menunjukan bahawa semakin besar keangkuhan seseorang yang enggan tunduk dan patuh beribadah (mengabdi diri) kepada Allah, semakin besar kesyirikannya dengan Allah, Kerana menurut kebiasaannya semakin banyak takabur tidak mahu menyembah Allah semakin bertambahlah pergantungan manusia itu terhadap makhluk yang dicintainya yang menjadi pujaan utama bagi hatinya; yang demikian mereka akan menjadi musyrik dengan sebab menjadikan dirinya hamba (menyembah) kepada selain dari Allah swt. Hati atau keyakinan manusia tidak akan terlepas dari perhambaan kepada makhluk kecuali mereka menjadikan Allah sebagai Tuhannya yang sebenar dan sejati, tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah, tiada tempat bergantung dan meminta pertolongan melainkan dari-Nya, Tidak merasa gembira melainkan dengan apa yang disukai dan diredai-Nya, Tidak ia benci melainkan apa yang dibenci oleh Allah, tidak ia memusuhi kecuali orang yang Allah memusuhinya, tidak ia kasih melainkan kepada orang yang di kasihi oleh Allah, tidak ia memberi kecuali kerana Allah dan tidak ia melarang kecuali kerana Allah. Semakin tulus keikhlasan seseorang itu kepada Allah maka semakin sempurnalah ubudiyahnya (perhambaanya) kepada Allah dan terlepas dari pergantungannya kepada sesama makhluk, dengan sempurna ubudiyahnya kepada Allah maka sempurnalah kesuciannya dari sifat syirik.
  17. Tidak Harus Kepentingan Dunia Dijadikan Tujuan Ibadah Samasekali tidak sesuai dengan tujuan Islam yang suci di mana tujuan atau kepentingan dunia menjadi matlamat dalam amalan atau ibadah seseorang, ataupun kepentingan dunia atau faedah-faedah dunia menjadi pendorong seseorang untuk melakukan printah ibadah kepada Allah swt. Begitu juga kalau tujuan beramal dan beribadah kepada Allah swt. untuk mendapatkan kesucian jiwa dan dengan itu dapat mengembara ke alam arwah dan dapat melihat malaikat serta dapat melakukan sesuatu yang luar biasa, mendapat keramat (kemuliaan) dan ilmu ladunni. Semuanya ini disangkal oleh para ulamak dengan katanya: “Yang demikian adalah terkeluar daripada jalan ibadah, Ia merupakan ramalan kepada ilmu atau perkara ghaib, malah akan menjadi ibadah kepada Allah itu sebagai jalan menuju ke arah demikian yang mana pada akhirnya lebih hampir kepada meninggal ibadah.”Orang-orang yang beribadah dengan maksud yang demikian termasuk di bawah pengertian ayat al-Quran yang maksudnya: “Sebagian daripada manusia yang menyembah Allah secara tidak tetap, bila mendapat kebaikan dia teruskan dan bila terkena kesusahan dia berpaling tadah. Rugilah dia di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang amat nyata”. (al-Hajj: 11) Begitulah keadaan orang yang beribadah dengan tujuan mendapatkan faedah-faedah dunyawi jika sampai dan berhasil tujuan dan kehendaknya bergembiralah dia dan kuatlah tujuannya tetapi lemahlah ibadahnya jika tujuannya tidak berhasil dia meninggalkan ibadah itu. Rahasia-rahasia ibadah a. Gerakan Shalat Adalah ibadah shalat yang secara khusus yang perintahnya melalui sebuah peristiwa yang sangat luar biasa yang dikenal dengan quot;ISRA’ Mi’ RAJ yang kisahnya sebagian dilukiskan dalam QS Al Isra’ ayat 1. Berbeda dengan ibadah-